karya Intan Alita D.
Aku sangat benci Cancer. Eits, jangan salah. Yang ku maksud di sini adalah penyakitnya, bukan zodiaknya. Aku sangat membenci Tuhan. Ya, karna Tuhan telah membuat hidupku menjadi sesuram sekarang. Aku masih terlalu lemah untuk semua ini. Dahulu aku sangat bahagia. Tapi tidak untuk sekarang. Hal ini dikarenakan kanker yang menyerang pada tubuh mungilku ini. Aku tak dapat bergerak bebas seperti dulu lagi
***
Mentari bersinar begitu cerahnya. Membakar kulit coklatku secara perlahan. Aku berlari kegirangan. Aku merasakan kebahagiaan yang tak terhingga. Berlari kian kemari selayaknya remaja seusiaku. Rara, itu nama panggilanku. Rara adalah singkatan dari Rastika Ravansya. Aku masih duduk di bangku kuliah semester 2. Zodiakku Cancer. Karna itu aku sangat menyukai Cancer, zodiak yang dilambangkan dengan kepiting. Siang pun tiba. Akhirnya aku menyerah melawan teriknya matahari ini. Baiklah, aku berhenti berlari di tengah lapangan siang ini. Aku mengambil tas ranselku berwarna merah dan lekas pergi ke tempat les piano. Aku sangat menyukai permainan piano. Bagiku, nada demi nada yang dikeluarkannya itu sangat indah membuat hatinya terhanyut saat mendengarnya.
Aku adalah gadis paling beruntung :)
Mengapa? Ya karena hidupku begitu sempurna. Aku tak membutuhkan apapun. Yang kubutuhkan adalah piano. Aku tak peduli seberapa orang yang membenciku. Aku tak peduli akan dunia luar. Yang penting aku dapat memainkan lantunan merdu dari alat musik ini.
Esoknya, guruku memberiku tiket seminar. Katanya sih buat menambah ilmu saja. Yasudah aku mengiyakannya. Aku pun pergi seorang diri. Tak ada yang kukenal di sana. Seminar kesehatan ini membuatku merasa mengantuk. Aku tak kuasa menahan kantukku dan tertidur. Tak lama, seorang pria membangunkanku. Seketika aku terbangun dan kudapatkan di sekelilingku sudah kosong tak ada siapa pun selain aku dan dia. Aku tak mengenalnya. Sontak aku kaget dan berteriak. Ia berusaha menenangkanku. Oh, jadi dia adalah salah satu mahasiswa di universitas ini. Aku tak peduli karna aku tak tertarik padanya. Ia berusaha mengejarku. Aku berlari hingga tak sadar buku pianoku terjatuh. Pria itu mengambilnya.
Sesampai di rumah, aku panik karna tidak menemukan buku piano itu. Aku mencari hingga ke dalam tas ranselku tapi tak ketemu. Bagaimana ini?! Pikirku panik. Aku tak bisa tidur. Pikiranku tertuju ke buku itu. Buku itu sangat penting bagiku. Karna itu adalah satu-satunya peninggalan dari alm Ayah. Aku menangis dan terus menangis. Tak lama terdengar bunyi bel rumah. Seorang mahasiswa yang tadi kutemui di seminar. ternyata dia membawa bukuku dan menceritakan semuanya. Namanya Rajas. Mahasiswa jurusan kedokteran semester 4. Semenjak itu aku dan dia menjadi lebih dekat. Jujur, dia adalah satu-satunya pria yang setia mendampingiku. Aku merasa nyaman berada di dekatnya. Entahlah, aku tak tau apa yang kurasakan. Aku menikmati kehidupanku.
Hari demi hari. Jadwalnya semakin padat. Hingga hanya sedikit memiliki waktu untuk menjumpaiku. Sepi. Aku hanya mencurahkan ke dalam lantunan piano. Tiba-tiba, darah bercucuran dari hidungku. Aku merasa pusing yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Aku pingsan. Tak ada satupun di sini selain aku. Aku tersadar. Begitu tersadar, aku sudah berada di ranjangku dengan kompres di kepalaku. Rajas tertidur di sofa kamarku. Aku masih merasakan pusing. Rintihanku membuatnya terbangun. Ia menyuruhku untuk beristirahat. Aku menurutinya. Rajas memintaku untuk periksa ke dokter. Aku tak mau. Karna aku tak mau membuatnya khawatir, aku mengatakan semuanya baik-baik saja. Namun aku tau, aku tak mungkin membohongiku sebodoh apapun mahasiswa bodoh ini. Esok aku tak pergi ke tempat sekolah musikku. Rajas meminta ijin kepada guruku.
Semakin hari aku merasakan sakit. Selalu sakit itu muncul saat aku memainkan pianoku. Aku tak berani memeriksakan diri. Hingga akhirnya aku tak tahan dengan semua sakit ini. Rajas tak dapat mengantarku karna jadwalnya sangat sibuk. Aku juga tak mau membuatnya repot karnaku. Pemeriksaan pun dimulai. Di sini aku merasakan keanehan. Dokter yang memeriksaku seakan bingung akan sakitku. Pemeriksaan bertele-tele pun dimulai. Aku harus melewati tahap demi tahap. Hari demi hari. Sungguh ini sangat membosankan. Aku mendapatkan hasilnya. Alangkah kagetnya aku ketika aku mengetahui bahwa aku mengidap kanker. Air mataku membasahi pipiku yang merah ini. Aku tak tau apa yang harus aku katakan pada Rajas, seseorang yang aku cintai. Aku merahasiakannya. Namun aku juga terlalu bodoh untuk itu. Hari demi hari, sehelai rambut pun gugur dari kepalaku. Rambutku menipis. Berat badanku menyusut seakan tak ada lemak dalam kulitku.
Rajas selalu bertanya keadaanku. Aku hanya dapat mengatakan "aku tak apa". Aku tau dia mencemaskanku. Aku tak mau membuatnya begini karna ku. Ia terlalu sibuk untuk mengurusku. Aku takmau ia gagal untuk lulus menjadi sarjana dokter seperti yang dicita-citakannya. Esok aku akan pentas. Ini adalah pementasan pertamaku. Awalnya aku takut keadaanku akan drop. Tapi aku pasti bisa! Sepertinya semua baik-baik saja. Aku menikmati permainan musikku. Mungkin untuk yang terakhir kalinya aku pingsan saat pementasan itu berlangsung. Rajas menggendongku dengan paniknya menuju rumah sakit. keringatnya bercucuran begitu banyak. aku melihat mukanya yang ingin menangis. aku tak kuat untuk berbicara. aku hanya dapat menangis melihatnya. akhirnya Rajas mengetahui bahwa aku terkena kanker. Ia memarahiku. Aku hanya tersenyum. Ini pertama kalinya ia memarahiku, mungkin untuk yang terakhir kalinya.
Rajas begitu mencintaiku. begitupun denganku. seandainya aku memiliki waktu yang lebih banyak. aku ingin menghabiskan waktuku dengannya diiringin oleh musik merdu piano. aku tak ingin meninggalkan dunia yang indah ini. tapi aku juga tau, malaikat kematian berada di dekatku untuk menjemputku. Rajas setia menjengukku setiap hari hingga ia mengerjakan skripsinya di rumah sakit, begadang untuk menemaniku. aku orangnya memang egois dan manja. tetapi aku tak pernah mendengarnya mengeluh karna sifat burukku ini. seandainya aku memiliki waktu lagi, aku ingin membahagiakanmu.
14 Februari. Hari Valentine. aku masih terbaring lemah dengan alat bantuan di sekeliling badanku. aku merasa hidup ini hampa. tetapi ternyata tidak, Rajas datang memberiku sekuntum bunga mawar kesukaanku dan juga boneka yang sangat kuimpikan. tapi aku tak mampu memeluknya. aku terlalu lemah untuk itu. Rajas hanya tertawa dan memberiku selamat. Aku tak memiliki tenaga untuk berbicara. Seandainya..seandainya aku mampu berbicara 1 kalimat saja. Aku ingin mengatakan "aku sayang kamu" untuk pertama dan terakhir kalinya. Rajas menangis dalam pelukanku berharap aku tak meninggalkannya. Aku ingin membalas pelukannya. Aku ingin mengatakan bahwa aku sayang kepadanya. Namun, aku sudah tak memiliki cukup waktu dan harus meninggalkan dunia penuh kenangan bersamamu untuk selamanya.
selengkapnya menganai karya intan alita bisa liat blognya dia